Thursday, November 22, 2012

BOEDIONO MENJADI BOLA LIAR BANK CENTURY

Bola liar kasus Bank Century terus bergulir. Perkembangan terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini Wakil Presiden (Wapres) Boediono berperan dalam kasus tersebut.

Saat menjabat sebagai gubernur Bank Indonesia (BI), Boediono dianggap mengetahui pengucuran fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) ke Bank Century pada November 2008.

”Peran Boediono pasti ada dalam pemberian FPJP selaku gubernur Bank Indonesia yang tahu mengenai pemberian FPJP,” ujar Ketua KPK Abraham Samad di Jakarta kemarin. Boediono adalah gubernur BI pada periode Mei 2008–Mei 2009, saat FPJP sebesar Rp689,39 miliar dikucurkan ke Bank Century. Dalam kasus Century, KPK telah menemukan tindak pidana korupsi yang menimbulkan kerugian negara. Dua pejabat tinggi Bank Indonesia (BI), yaitu Deputi Gubernur BI Bidang IV Pengelolaan Moneter Devisa Budi Mulya (BM) dan mantan Deputi Gubernur BI Bidang V Pengawasan Siti Chalimah Fadjrijah (SCF), diduga menyalahgunakan wewenang.

Mereka diindikasikan menyalahgunakan wewenang dalam pemberian FPJP dan penetapan Century sebagai bank gagal berdampak sistemik. Abraham memastikan KPK tetap bisa memeriksa Boediono sebagai bagian dalam pengembangan kasus Century. Pernyataan itu sekaligus menganulir pernyataan sebelumnya yang mengatakan bahwa KPK menyerahkan pengusutan Wapres Boediono ke DPR.

Seperti diberitakan, saat rapat bersama dengan Tim Pengawas (Timwas) Kasus Bank Century DPR, Selasa (20/11), Abraham mengaku terbentur konstitusi, sehingga tidak bisa melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap Wapres, yang dikategorikan sebagai warga negara istimewa. Kemarin Abraham menegaskan bahwa KPK tidak pernah menyatakan tidak mampu mengusut dan memeriksa Boediono. ”Yang saya sampaikan (dalam rapat dengan Timwas) bahwa dalam konteks ketatanegaraan dan konstitusi,DPR bisa saja langsung melakukan penyelidikan dan penyidikan tanpa harus menunggu hasil penetapan tersangka terhadap Boediono yang dilakukan KPK.

Jadi, kalau itu berkaitan dengan hak menyatakan pendapat atau impeachment,”paparnya. Dia menjelaskan,DPR tidak harus memaksa KPK untuk segera menetapkan seseorang, termasuk Boediono,sebagai tersangka. Bila DPR menilai impeachmentitu penting dan mendesak, konstitusi Indonesia menyebutkan DPR bisa segera melakukan penyidikan dan penyelidikan tanpa harus menunggu hasil penetapan KPK.

”Ini (impeachment) konteks ketatanegaraan dan konstitusi.Konteksnya beda. Satu ketatanegaraan, satu konteks ranah pidana.KPK tetap berwenang, tidak pernah ragu memeriksa siapa pun,meskipundiawakilpresiden, karena semua sama di hadapan hukum,” ujarnya. Abraham mengatakan, dalam kasus ini, KPK baru menetapkan dua tersangka,yaitu BM dan SCF.

Menurutnya, seseorang resmi menjadi tersangka apabila dalam ekspose (gelar perkara) diputuskan bersamasama bahwa yang bersangkutan dinyatakan sebagai tersangka. Adapun surat perintah dimulainya penyidikan (sprindik) hanya persoalan administrasi. Yopie Hidayat, juru bicara Wapres, menuturkan bahwa Wapres tidak akan berusaha menghalangi dengan cara apa pun proses hukum oleh KPK.

“Sebaliknya juga tidak berusaha mengarahkan atau mendesak- desak KPK untuk melakukan sesuatu, karena menghormati KPK sebagai badan yang independendaricampurtangan pihak mana pun,”katanya. Dia mengatakan, sebagai salah satu pengambil kebijakan pada waktu itu (tahun 2008), Boediono tetap yakin dan percaya bahwa kebijakan penyelamatan Bank Century adalah langkah tepat yang harus diambil. Tujuannya agar sistem keuangan dan ekonomi Indonesia tidak terjerumus dalam krisis keuangan global. Pakar hukum pidana pencucian uang dari Universitas Trisakti, YentiGanarsih,mempertanyakan KPK yang belum menetapkan Boediono sebagai tersangka, padahal sudah mengetahui peran mantan gubernur BI itu.

Baginya,aneh jika KPK berani menyatakan ada peran,tetapi belum jelas sebagai apa. Adapun pakar hukum pidana dari Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Chairul Huda, mengecam penetapan dua tersangka Century,BM dan SCF, yang tanpa disertai sprindik terlebih dahulu.Tidak ada sejarahnya dalam penegakan hukum, proses penetapan tersangka tanpa menggunakan proses penyidikan. ”Kalau alasan sprindik hanya persoalan administrasi, belajar di mana itu dia (Abraham Samad) ilmu hukumnya,”kata Chairul.

Tak Mau Terburu-buru

Timwas Kasus Bank Century DPR tidak mau terburuburu melanjutkan kasus Century melalui proses politik dengan mengajukan hak menyatakan pendapat. Mereka menunggu ketegasan dari KPK sampai ada status yang jelas mengenai peran dan tanggung jawab Boediono.“Kami di Timwas membutuhkan dasar agar legitimasinya kuat ketika mengambil langkah politik,” kata anggota Timwas Century dari FPDIP,Trimedya Panjaitan.

Menurut dia,saat ini KPK sudah menyatakan dua pejabat BI saat itu sebagai pihak yang terlibat. Namun, Boediono yang menjadi atasannya justru belum jelas statusnya.“Sebenarnya (KPK) cukup menya-takan secara resmi bahwa semua Dewan Gubernur (BI) harus bertanggung jawab atas penyalahgunaan wewenang. Itu cukup bagi DPR untuk mengambil langkah berikutnya,”tegasnya.

Wakil Ketua DPR yang juga pimpinan Timwas Century Priyo Budi Santoso mengatakan, hak menyatakan pendapat tidak bisa digunakan sembarangan. Terkait kasus Century, dia memang tidak menyarankan untuk menggunakan hak tersebut. Namun, kenyataannya KPK punya temuan baru, di mana ada indikasi penyalahgunaan kewenangan dan tindak pidana yang diduga merugikan negara, sehingga wacana hak menyatakan pendapat kembali bergulir.

Anggota Timwas Century dari Fraksi partai Demokrat, Gede Pasek Suardika, mengingatkan rekan-rekannya di Timwas untuk tidak memaksakan membawa kasus Century kembali ke ranah politik.

No comments:

Post a Comment